kepercayaan Suku
Baduy atau masyarakat kanekes sendiri sering disebut dengan “Sunda
Wiwitan” yang berdasarkan pada pemujaan nenek moyang
(animisme), namun semakin berkembang dan dipengaruhi oleh agama
lainnya seperti agama Islam, Budha dan Hindu. Namun inti dari
kepercayaan itu sendiri ditunjukkan dengan ketentuan adat yang
mutlak dengan adanya “pikukuh” (kepatuhan) dengan konsep tidak
ada perubahan sesedikit mungkin atau tanpa perubahan tertentu.Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah
Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral.
masyarakatnya mengunjungi lokasi tersebut dan melakukan pemujaan
setahun sekali pada bulan kalima. Di kompleks Arca Domas tersebut
terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan. Masyarakat Baduy sangat taan pada Pu'un atau pimpinan tertinggi
suku Baduy. Suku Baduy dalam kepercayaan sunda wiwitan mengakui adanya Alloh sebagai “Guriang Matua” yang merupakan
pencitpa alam semesta. Kepercayaan sunda wiwitan berorientasi pada
menjalankan kehidupan yang mengandung ibadah, perilaku, ucapan,
dan berpola hidup sederhana.
- Kelompok Etnis Suku Baduy
- Tangtu
Tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Baduy Dalam
yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di tiga
kampung Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Ciri khas orang Baduy Dalam adalah pakaiannya berwarna
putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Baduy Dalam menolak akan adanya teknologi modern dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Mereka sangat memegang teguh tradisi
dan patuh pada peraturan adat.
2. Panamping
Panamping adalah kelompok yang dikenal sebagai baduy luar,
yang tinggal di beerbagai kampung dan tersebar mengelilingi wilayah
9
Baduy dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh,
Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Baduy Luar berciri khas
mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Masyarakat Baduy Luar tidak seperti Baduy dalam yang sangat
taat pada adat dan tidak mau menerima kemajuan teknologi. Dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat Baduy Luar sudah terpengaruh
budaya luar dan kemajuan teknologi, tetapi mereka masih patuh
terhadap adat istiadat meski tidak seketat Baduy Dalam.
3. Dangka
Baduy dangka adalah suku baduy yang tinggal di luar wilayah
Kanekes, berbeda dengan Baduy Dalam dan Baduy Luar. Mereka tinggal di dua kampung
yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam).
Kampung Dangka berfungsi sebagai “buffer zone” atas pengaruh dari
luar
Kelompok etnis baduy terbagi menjadi tiga yaitu, Baduy
Dalam (Tangtu), Baduy Luar (Panamping), dan Baduy Dangka.
Ketiga kelompok Baduy tersebut tinggal di sekitar Desa Kanekes dan
di luar Desa Kanekes. Baduy dalam memiliki pakaian khas berwarna
putih dan biru serta memakai ikat kepala putih, Baduy Luar memiliki
pakaian khas dan ikat kepala yang berwarna hitam, sedangkan Baduy
Dangka berfungsi sebagai “buffer zone” atas pengaruh dari luar.
- Mata Pencaharian Suku Baduy
Bertani adalah salah satu mata pencaharian masyarakat
Baduy pada umumnya yang dilakukan hampir seluruh
masyarakat Baduy. Sebelum memulai masa tanam, masyarakat
Baduy melakukan ritual yang disebut ngaseuk, bersih lahan atau
yang disebut “nyacar”, membakar lahan supaya subur disebut
“ngadruk”. Ada kurang lebih 40 jenis padi yang ditanam dan
tumbuh disekitar suku Baduy. Perawatan padinya pun berbeda
dengan masyarakat di tempat lain, untuk perawatan padi
masyarakat Baduy menggunakan tanaman alami seperti
cangkudu, tamiah, gempol, pacing tawa, dan lajak sebagai
pestisida alami. Pola bercocok tanam
masyarakat Baduy sangat tradisional dan memegang adat
leluhur.
Bercocok tanam dan berladanang adalah salah satu mata
pencaharian suku Baduy. Mereka memproduksi makanan sendiri
yang diperoleh dari hasil bercocok tanam dan berladang.
Bertani, bercocok tanam, serta berladang
masyarakat Baduy juga menjual hasilnya sebagai mata
pecaharian. Mereka menjual buah-buahan yang didapat dari
15
hutan maupun ladang seperti durian, asam keranji, dan madu
hutan.