Budaya Suku Baduy

 



  • Hukum Masyarakat Baduy

    Baduy memiliki hukum tindak pidana yang digunakan dalam aturan suku Baduy. Pelanggaran – pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggar akan mendapatkan hukuman/sanksi tersendiri. Hukuman itu sendiri disesuaikan dengan kategori pelanggaran, yang terdiri atas pelanggaran berat dan pelanggaran ringan. Hukuman Ringan Dalam bentuk pemanggilan sipelanggar aturan oleh Pu’un untuk diberikan peringatan. Contohnya: beradu-mulut antara dua atau lebih warga Baduy. Hukuman Ringan Dalam bentuk pemanggilan sipelanggar aturan oleh Pu’un untuk diberikan peringatan. Contohnya: beradu-mulut antara dua atau lebih warga Baduy.

  • Sistem Pemerintahan Suku Baduy

    Sistem pemerintahan nasional masyarakat Baduy dipimpin oleh kepala desa yang disebut Jaro pamarentah yang berada di bawah cama. Jaro pamarentah memiliki tugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional, dengan juru bicara yang dissebut Jaro Tangtu (untu k Baduy dalam) dan Jaro Tanggungan (Baduy Luar) . 


  • Sistem Adat 

    Secara adat mayarakat Baduy / Kanekes dipimpin oleh “Puun” yang ada di tiga kampung tangtu. Pucuk pimpinan adat dipimpin oleh Puun Tri Tunggal, yaitu Puun sadi di Kampung Cikeusik, Puun Janteu di Kampung Cibeo, dan Puun Kiteu di Cikartawana. Jabatan “Puun” tidak ditentukan hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut. Puun bertugas sebagai pengendali hukum adat dan tatanan kehidupan masyarakat yang menganut ajaran sunda Wiwitan peninggalan nenek moyang dan puun tidak boleh meninggalkan kampungnya. 
Untuk sistem pemerintahannya sendiri masyarakat baduy memiliki sistem kekerabatan yang dianut di tempatnya. Suku Baduy menggunakan system kekerabatan bilineal, yaitu mereka mengikuti garis keturunan dari ayah dan ibu. Di dalam proses pernikahan pasangan yang akan menikah selalu dijodohkan. Orang tua laki-laki akan bersilaturahmi kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing. Dalam sistem kekerabatan ini masyarakat Baduy masih menggunakan sistem perjodohan dalam proses pernikahan Dapat disimpulkan bahwa masyarakat Baduy hanya bisamenikah dengan cara dijodohkan dari suku itu sendiri tidak bisa dari suku lain selain suku Baduy.

  • Upacara Adat Baduy

    Masyarakat Baduy memiliki banyak sekali upacara adat sebagai wujud syukur masyarakat Baduy terhadap leluhurnya karena diberikan rizki yang cukup, diantaranya adalah upacara Kawalu. Ngawalu adalah tradisi upacara yang dikenal sebagai salah satu jenis upacara yang biasa di lakukan dalam rangka memperingati hasil panen atau dalam bahasa mereka “kembalinya” padi dari huma (ladang) ke Leit (lumbung). Upacara ini biasanya dilakukan sebanyak tiga kali dalam setahun, masing-masing sekali dalam tiap-tiap bulan kawalu. Dilihat dari jenisnya, upacara kawalu ini dikenal dalam tiga macam; Kawalu tembeuy (awal) atau kawalu mitembeuy; Kawalu tengah (pertengahan); dan Kawalu tutug (akhir). Kawalu dirayakan untuk memperingati hasil panen yang mereka tanam di kebun (Hakiki, 2011). Dapat disimpulkan bahwa Kawalu dirayakan untuk memperingati hasil panen yang mereka tanam di kebun. 

    Selain upacara kawalu ada juga upacara ngalaksa. Upacara ngalaksa adalah upacara lanjutan pasca upacara Kawalu atau ngawalu selesai. Upacara Ngalaksa memiliki bentuk ritual kegiatan upacara yang di isi dengan kegiatan atau upacara membuat laksa, yakni sejenis makanan adat semacam mie tetapi lebih lebar, atau seperti kuetiaw yang terbuat dari tepung beras. Jenis upacara ini wajib diikuti oleh seluruh masyarakat Baduy. Karena itu, keterlibatan warga sangat dijunjung tinggi pada saat upacara ngalaksa. Keterlibatan seluruh warga Baduy dalam upacara ini karena salah satu kegiatan penting dari acara adat ini adalah dijadikan sebagai tempat perhitungan jumlah jiwa penduduk Baduy atau dalam dunia modern disebut dengan sensus penduduk, termasuk di dalamnya juga dilakukan penghitungan atas jumlah bayi yang baru lahir maupun janin yang masih dalam kandungan. Upacara ini dilakukan dengan tujuan untuk mengontrol laju perkembangan masyarakat Baduy itu sendiri. Setelah upacara kawalu selesai kemudian akan disambut dengan upacara yang lain yaitu upacara ngalaksa.

    Setelah proses upacara ngawalu dan ngalaksa selesai dilakukan, maka upacara lanjutan pun segera dipersiapkan dan bagi masyarakat Baduy, upacara ketiga ini juga tak kalah pentingnya dengan dua jenis upacara diatas yakni sama-sama bernilai sakral. Jenis upacara pamungkas ini biasanya disebut dengan upacara Seba. Jika dilihat dari sisi semantik, istilah ”seba“ berasal dari kata ”nyaba“. Dalam Kamus Bahasa Sunda, istilah ini berarti ”menyapa yang mengandung pengertian datang dalam rangka mempersembahkan laksa disertai hasil bumi lainnya kepada penguasa nasional“. Substansi ritual seba ini sebenarnya adalah kegiatan silaturrahmi pemerintahan adat Baduy kepada pemerintah nasional seperti Camat, Bupati sampai Gubernur. Jadi bisa dikatakan bahwa setelah upacara kawalu akan dilanjutkan dengan upacara Ngalaksa dan yang terakhir akan dilanjutkan dengan upacara Saba

    Upacara Ngaseuk adalah upacara menanam padi yang dilakukan di “ladang suci” atau dalam bahasa Sunda disebut huma serang. Upacara ini dilakukan pada bulan April atau bulan Kapitu menurut penanggalan masyarakat Kanekes atau Baduy. Upacara ini berupa membuat lubang dengan kayu yang ujungnya telah diruncingkan di huma yang akan ditanami padi. Benih-benih padi itupun kemudian akan ditanam atau dimasukkan ke lubang yang telah dibuat tadi oleh para kaum perempuan Kanekes. Upacara Ngaseuk ini merupakan upacara yang dipersembahkan untuk Dewi Padi, Pohaci Sang Hiyang Asri. Disimpulkan bahwa upacara ngaseuk merupakan upacara untuk menyambut waktunya menanam padi di ladang. 

    Masyarakat Baduy memiliki ritual keagamaan yang biasa dilakukan untuk menyambut lahirnya seseorang. Dan berikut urutan kegiatan atau ritual yang dilaksanakan pada hari kelahiran 
- Kendit yaitu upacara 7 bulanan sang ibu yang sedang hamil.
- Saat bayi itu lahir akan dibawa ke dukun atau paraji untiuk dijampi-jampi.
- Setelah 7 hari setelah kelahiran maka akan diadakan acara perehan atau selametan. 
- Upacara Angiran yang dilakukan pada hari ke 40 setelah kelahiran.
- Akikah yaitu dilakukannya cukuran, khitanan dan pemberian nama oleh dukun (kokolot) yuang didapat dari bermimpi dengan mengorbankan ayam

    Masyarakat Baduy memiliki upacara ritual khusus untuk sebuah acara menyambut hari pernikahan atau perkawinan masyarakat Baduy. Dalam sistem perkawinan masyarakat Baduy tidak ada tradisi berhubungan sebelum menikah (pacaran). Pasangan akan langsung dijodohkan. Orang tua laki-laki akan bersilaturahmi kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing. Setelah ada kesepakatan, dilanjutkan dengan proses 3 kali pelamaran 
    




    

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama